tag:blogger.com,1999:blog-34994875083520440572024-03-13T08:42:28.046-07:00Psikologi Anak Dan PendidikanCiptakan Anak Dengan IQ, EQ, Dan SQ Yang TinggiRudi23http://www.blogger.com/profile/13773522486492045299noreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-3499487508352044057.post-36521526266169040572012-07-17T17:13:00.004-07:002012-07-17T17:14:38.153-07:00Prestasi Anak, untuk Anak atau Orangtua?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrxnf9adx1nnyfplWw9Qz8Y-R8witIqFtXE6TPhfICFO9Gr2y5ZNl-Hf3Wgcb3x1_K1fSzTnB2IsHETrj8or7vtKKO-N7NAqznKMI3mb6hDsGVFwVN_AZ_coebQfyYUW1J22oV3bkDqZY/s1600/images+(1)b.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrxnf9adx1nnyfplWw9Qz8Y-R8witIqFtXE6TPhfICFO9Gr2y5ZNl-Hf3Wgcb3x1_K1fSzTnB2IsHETrj8or7vtKKO-N7NAqznKMI3mb6hDsGVFwVN_AZ_coebQfyYUW1J22oV3bkDqZY/s1600/images+(1)b.jpg" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
DIMAS (10) pulang sekolah dengan wajah cemberut. Dia langsung masuk ke kamarnya <span style="background-color: white;">dan tidak keluar sampai sore hari. Dimas sudah membayangkan, ayahnya akan marah </span><span style="background-color: white;">besar karena Dimas mendapat nilai empat untuk ulangan Matematikanya kemarin. </span><span style="background-color: white;">Dulu ketika ulangan IPS-nya mendapat nilai empat juga, ayah marah dan menghukum </span><span style="background-color: white;">Dimas tidak boleh main ke luar hingga satu minggu. Dimas juga tidak mendapatkan </span><span style="background-color: white;">uang saku selama dua hari.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dimas sangat takut. Guru di sekolah minta supaya ulangan tersebut ditandatangani <span style="background-color: white;">orangtua. Mau tidak mau ayah akan mengetahui dia mendapat nilai empat lagi dan </span><span style="background-color: white;">Dimas pasti terkena omel ayah. Tetapi, bila tidak minta tanda tangan, pasti ibu guru di </span><span style="background-color: white;">sekolah marah. Perasaan takut dan cemas menggelayuti perasaan Dimas. </span><span style="background-color: white;">Bingung apa yang harus dilakukannya, Dimas memberanikan diri memalsu tanda tangan </span><span style="background-color: white;">orangtuanya. Usaha itu ternyata berhasil. Orangtuanya tidak tahu dirinya mendapat nilai </span><span style="background-color: white;">jelek, sementara guru juga tidak marah karena sudah ada tanda tangan orangtua di </span><span style="background-color: white;">kertas ulangan itu.</span><br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keberhasilan memalsu tanda tangan yang melepaskan Dimas dari omelan ayah dan <span style="background-color: white;">gurunya, diulang terus oleh Dimas setiap kali Dimas mendapat nilai jelek. Orangtua </span><span style="background-color: white;">hanya tahu Dimas selalu mendapat nilai bagus. Sementara, guru merasa orangtua </span><span style="background-color: white;">Dimas sudah mengetahui kualitas Dimas di sekolah seperti apa. Ketika hari pembagian </span><span style="background-color: white;">rapor tiba dan prestasi Dimas ternyata biasa-biasa saja bahkan ada dua nilai lima di </span><span style="background-color: white;">rapornya, baru seluruh dunia ribut. Orangtua tidak menerima Dimas tidak naik kelas </span><span style="background-color: white;">karena selama ini nilainya bagus. Sementara guru juga tidak bisa menerima protes </span><span style="background-color: white;">karena merasa orangtua telah mengetahui semua nilai ulangan Dimas. </span><span style="background-color: white;">TIDAK hanya orangtua Dimas yang kecewa jika anaknya gagal atau mendapat nilai jelek </span><span style="background-color: white;">di sekolah. Mereka ingin anaknya mencetak prestasi lebih tinggi dari teman-temannya. </span><span style="background-color: white;">Untuk mewujudkan keinginannya tersebut, orangtua tidak segan-segan memarahi </span><span style="background-color: white;">anaknya dan menghukumnya dengan hukuman cukup berat jika anaknya mendapat nilai </span><span style="background-color: white;">jelek.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebenarnya apa itu prestasi? Menurut seorang psikolog, prestasi adalah perwujudan dari <span style="background-color: white;">bakat dan kemampuan. Bakat merupakan kemampuan bawaan yang berupa potensi. </span><span style="background-color: white;">Namun, walau potensi ini sudah ada di dalam diri, tetap butuh latihan dan </span><span style="background-color: white;">pengembangan terus menerus. Jika bakat tidak dilatih dan dikembangkan, maka tidak </span><span style="background-color: white;">mendatangkan manfaat apa pun pada orang yang memilikinya. </span><span style="background-color: white;">Kemampuan merupakan daya atau kesanggupan melakukan suatu tindakan. </span><span style="background-color: white;">Kemampuan ini didapat dari hasil pembawaan dan latihan. Kenyataannya, walau </span><span style="background-color: white;">seorang anak memiliki bakat dan kemampuan, tidak mudah membuat seorang anak </span><span style="background-color: white;">berprestasi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Banyak kenyataan di luar diri anak yang membuat kedua hal itu tidak muncul. <span style="background-color: white;">Kenyataan paling jelas adalah kenyataan di keluarga, kenyataan di media, dan </span><span style="background-color: white;">kenyataan di sekolah," diungkapkan di tengah seminar Club Buah Hati bertajuk </span><span style="background-color: white;"><i>Menghantar Anak Berprestasi dengan Cara Menyenangkan</i>.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kenyataan-kenyataan itu harus dilihat secara keseluruhan. Misalnya di rumah, bila <span style="background-color: white;">setiap hari sang anak mendapatkan gizi yang baik dan rangsangan yang tinggi dari </span><span style="background-color: white;">keluarganya, anak bisa berkembang dengan cepat dan cerdas. Namun, di sisi lain ada </span><span style="background-color: white;">orangtua yang menuntut segala sesuatu dengan standar tinggi yang begitu tingginya </span><span style="background-color: white;">sampai tidak satu pun anak bisa menjangkaunya. Anak tidak diberi kesempatan untuk </span><span style="background-color: white;">sekali-kali merasakan hal-hal di bawah standar yang ditetapkan. Jika prestasi anak di </span><span style="background-color: white;">bawah standar, maka hanya omelan dan hukuman yang didapat anak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Hal lain yang membuat anak tidak berprestasi, yaitu sikap orangtua yang membiarkan <span style="background-color: white;">anak mengonsumsi seluruh sajian yang ditayangkan di media. Sajian seperti di televisi </span><span style="background-color: white;">atau komik memang sangat menarik bagi anak, namun tidak semua informasi </span><span style="background-color: white;">merupakan informasi sehat dan dibutuhkan anak. Akibatnya, anak mengetahui banyak </span><span style="background-color: white;">hal yang belum pantas. Orangtua lupa dia tidak punya kemampuan mengontrol seluruh </span><span style="background-color: white;">materi yang ditampilkan di media.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di sekolah, anak juga mendapatkan kenyataan yang membuatnya sulit berprestasi. <span style="background-color: white;">Misalnya, materi pembelajaran dan cara penyampaian tidak menarik. Hal ini terjadi </span><span style="background-color: white;">karena guru tidak paham tentang perkembangan anak. Gaya komunikasi guru tidak </span><span style="background-color: white;">sesuai dengan anak-anak. Selain itu, buku dan alat peraga yang digunakan tidak bisa </span><span style="background-color: white;">memenuhi rasa ingin tahu dan kemampuan anak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
***</div>
<div style="text-align: justify;">
LALU bagaimana menyelenggarakan pendidikan yang menyenangkan bagi anak sehingga <span style="background-color: white;">anak bisa berprestasi? "Ada tiga C yang harus diperhatikan, yakni children (anak), </span><span style="background-color: white;">content (materi) dan context (situasi)". </span><span style="background-color: white;">Orangtua dan guru harus menyadari setiap anak merupakan pribadi yang unik dan </span><span style="background-color: white;">berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan ini terjadi karena setiap anak mempunyai </span><span style="background-color: white;">bakat, kemampuan dan kebutuhan yang berbeda.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setiap anak pastilah mempunyai salah satu dari sembilan kecerdasan yang diberikan <span style="background-color: white;">Tuhan. Bahkan, ada juga anak yang memiliki lebih dari satu kecerdasan. Kecerdasan itu </span><span style="background-color: white;">adalah kecerdasan linguistik, matematika-logika, ruang-visual, musik, naturalis, </span><span style="background-color: white;">interpersonal, intrapersonal, kemampuan olah tubuh, dan spiritual.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
"Selain itu, ada beberapa potensi yang bisa dikembangkan anak, seperti fisik, iman, <span style="background-color: white;">akhlak, ibadah, emosi, sosial, mental, dan keterampilan. Biarkan anak </span><span style="background-color: white;">mengembangkannya seperti keinginannya, jangan kembangkan seperti keinginan </span><span style="background-color: white;">orangtua. Orangtua hanya mengarahkan saja".</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitu juga dengan materi yang akan disampaikan pada anak. Materi harus yang <span style="background-color: white;">dibutuhkan anak, bukan yang diinginkan orangtua. Namun demikian, materi itu juga </span><span style="background-color: white;">harus disesuaikan dengan perkembangan anak, kemampuan dan bakat anak. </span><span style="background-color: white;">Perlakuan yang tepat dan materi yang sesuai tidak akan mempunyai efek yang positif </span><span style="background-color: white;">jika tidak disampaikan pada situasi yang tepat. "Ada tiga cara penyampaian yang efektif, </span><span style="background-color: white;">yakni dengan bermain, bernyanyi, dan bercerita. Tidak ada salahnya sesekali kita </span><span style="background-color: white;">meninggalkan status kita sebagai orangtua. Kita bisa juga sekali-sekali berubah menjadi </span><span style="background-color: white;">badut, tukang sulap, ilmuwan, atau sahabat bagi anak kita".</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Satu yang harus dipahami orangtua, prestasi anak bukanlah prestasi untuk orangtuanya. <span style="background-color: white;">Prestasi itu untuk diri anak itu sendiri. Orangtua cukup mengarahkan dengan benar dan </span><span style="background-color: white;">membantu anak dengan cara-cara yang disukai anak, bukan dengan hukuman atau </span><span style="background-color: white;">omelan yang bisa merusak hubungan harmonis anak dengan orangtua. Dan, </span><span style="background-color: white;">keberhasilan anak tidak saja dari usaha yang dilakukan anak, tetapi juga tergantung </span><span style="background-color: white;">pada orangtua dan lingkungan di sekitarnya.</span></div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3499487508352044057.post-11258977137455317512012-07-16T06:02:00.001-07:002012-07-16T06:19:48.126-07:00Mendidik Agar Anak Mandiri<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlCQ8yMmBSHVstcsK8OnMPGYElnvOsG43hdDTqKuosDgXzLQpnX27Rf736cRb7wrS64BJtvUVF98jJLG-LjVEpbjUnXY3YRkmoRK2ZDqrLA8ecby6JpgupdPVpfEEMtak9OO5VPEBDqa8/s1600/download+(3).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlCQ8yMmBSHVstcsK8OnMPGYElnvOsG43hdDTqKuosDgXzLQpnX27Rf736cRb7wrS64BJtvUVF98jJLG-LjVEpbjUnXY3YRkmoRK2ZDqrLA8ecby6JpgupdPVpfEEMtak9OO5VPEBDqa8/s1600/download+(3).jpg" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Orang tua mana yang tidak mau melihat anaknya tumbuh menjadi anak yang mandiri. <span style="background-color: white;">Tampaknya memang itulah salah satu tujuan yang ingin dicapai orang tua dalam </span><span style="background-color: white;">mendidik anak-anaknya. </span><span style="background-color: white;">Sikap mandiri sudah dapat dibiasakan sejak anak masih kecil: memakai pakaian sendiri, </span><span style="background-color: white;">menalikan sepatu dan bermacam pekerjaan-pekerjaan kecil sehari-hari lainnya. </span><span style="background-color: white;">Kedengarannya mudah, namun dalam prakteknya pembiasaan ini banyak hambatannya. </span><span style="background-color: white;">Tidak jarang orang tua merasa tidak tega atau justru tidak sabar melihat si kecil yang </span><span style="background-color: white;">berusaha menalikan sepatunya selama beberapa menit, namun belum juga </span><span style="background-color: white;">memperlihatkan keberhasilan. Atau langsung memberi segudang nasehat, lengkap </span><span style="background-color: white;">dengan cara pemecahan yang harus dilakukan, ketika anak selesai menceritakan </span><span style="background-color: white;">pertengkarannya dengan teman sebangku. Memang masalah yang dihadapi anak sehari hari </span><span style="background-color: white;">dapat dengan mudah diatasi dengan adanya campur tangan orang tua. Namun cara </span><span style="background-color: white;">ini tentunya tidak akan membantu anak untuk menjadi mandiri. Ia akan terbiasa "lari" </span><span style="background-color: white;">kepada orang tua apabila menghadapi persoalan, dengan perkataan lain ia terbiasa </span><span style="background-color: white;">tergantung pada orang lain, untuk hal-hal yang kecil sekalipun.</span><br />
<a name='more'></a></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<span style="background-color: white; text-align: justify;">Lalu upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk membiasakan anak agar tidak </span><span style="background-color: white; text-align: justify;">cenderung menggantungkan diri pada seseorang, serta mampu mengambil keputusan? </span><span style="background-color: white; text-align: justify;">Di bawah ini ada beberapa hal yang dapat Anda terapkan untuk melatih anak menjadi </span><span style="background-color: white; text-align: justify;">mandiri.</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;"></span></div>
1. <b>Beri Kesempatan Memilih</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Anak yang terbiasa berhadapan dengan situasi atau hal-hal yang sudah <span style="background-color: white;">ditentukan oleh orang lain, akan malas untuk melakukan pilihan sendiri. </span><span style="background-color: white;">Sebaliknya bila ia terbiasa dihadapkan pada beberapa pilihan, ia akan terlatih </span><span style="background-color: white;">untuk membuat keputusan sendiri bagi dirinya. Misalnya, sebelum menentukan </span><span style="background-color: white;">menu di hari itu, ibu memberi beberapa alternatif masakan yang dapat dipilih </span><span style="background-color: white;">anak untuk makan siangnya. Demikian pula dalam memilih pakaian yang akan </span><span style="background-color: white;">dipakai untuk pergi ke pesta ulang tahun temannya, misalnya. Kebiasaan untuk </span><span style="background-color: white;">membuat keputusan - keputusan sendiri dalam lingkup kecil sejak dini akan </span><span style="background-color: white;">memudahkan untuk kelak menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal dalam </span><span style="background-color: white;">kehidupannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
2. <b>Hargailah Usahanya</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Hargailah sekecil apapun usaha yang diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri <span style="background-color: white;">kesulitan yang ia hadapi. Orang tua biasanya tidak sabar menghadapi anak yang </span><span style="background-color: white;">membutuhkan waktu lama untuk membuka sendiri kaleng permennya. Terutama </span><span style="background-color: white;">bila saat itu ibu sedang sibuk di dapur, misalnya. Untuk itu sebaiknya otang tua</span></div>
<div style="text-align: justify;">
memberi kesempatan padanya untuk mencoba dan tidak langsung turun tangan <span style="background-color: white;">untuk membantu membukakannya. Jelaskan juga padanya bahwa untuk </span><span style="background-color: white;">membuka kaleng akan lebih mudah kalau menggunakan ujung sendok, misalnya. </span><span style="background-color: white;">Kesempatan yang anda berikan ini akan dirasakan anak sebagai penghargaan </span><span style="background-color: white;">atas usahanya, sehingga akan mendorongnya untuk melakukan sendiri hal-hal </span><span style="background-color: white;">kecil seperti itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
3. <b>Hindari Banyak Bertanya</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orang tua , yang sebenarnya dimaksudkan <span style="background-color: white;">untuk menunjukkan perhatian pada si anak, dapat diartikan sebagai sikap yang </span><span style="background-color: white;">terlalu banyak mau tahu. Karena itu hindari kesan cerewet. Misalnya, anak yang </span><span style="background-color: white;">baru kembali dari sekolah, akan kesal bila diserang dengan pertanyaan - </span><span style="background-color: white;">pertanyaan seperti, "Belajar apa saja di sekolah?", dan "Kenapa seragamnya </span><span style="background-color: white;">kotor? Pasti kamu berkelaihi lagi di sekolah!" dan seterusnya. Sebaliknya, anak </span><span style="background-color: white;">akan senang dan merasa diterima apabila disambut dengan kalimat pendek : </span><span style="background-color: white;">"Halo anak ibu sudah pulang sekolah!" Sehingga kalaupun ada hal-hal yang ingin </span><span style="background-color: white;">ia ceritakan, dengan sendirinya anak akan menceritakan pada orang tua, tanpa </span><span style="background-color: white;">harus di dorong-dorong.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
4. <b>Jangan Langsung Menjawab Pertanyaan</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Meskipun salah tugas orang tua adalah memberi informasi serta pengetahuan <span style="background-color: white;">yang benar kepada anak, namun sebaiknya orang tua tidak langsung menjawab </span><span style="background-color: white;">pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sebaliknya, berikan kesempatan padanya </span><span style="background-color: white;">untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dan tugas Andalah untuk mengkoreksinya </span><span style="background-color: white;">apabila salah menjawab atau memberi penghargaan kalau ia benar. Kesempatan </span><span style="background-color: white;">ini akan melatihnya untuk mencari alternatif-alternatif dari suatu pemecahan </span><span style="background-color: white;">masalah. Misalnya, "Bu, kenapa sih, kita harus mandi dua kali sehari? " Biarkan</span><span style="background-color: white;">anak memberi beberapa jawaban sesuai dengan apa yang ia ketahui. Dengan </span><span style="background-color: white;">demikian pun anak terlatih untuk tidak begitu saja menerima jawaban orang tua, </span><span style="background-color: white;">yang akan diterima mereka sebagai satu jawaban yang baku.</span></div>
<br />
5. <b>Dorong Untuk Melihat Alternatif</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Sebaiknya anak pun tahu bahwa untuk nmengatasi suatu masalah , orang tua <span style="background-color: white;">bukanlah satu-satunya tempat untuk bertanya. Masih banyak sumber-sumber </span><span style="background-color: white;">lain di luar rumah yang dapat membantu untuk mengatasi masalah yang </span><span style="background-color: white;">dihadapi. Untuk itu, cara yang dapat dilakukan orang tua adalah dengan </span><span style="background-color: white;">memberitahu sumber lain yang tepat untuk dimintakan tolong, untuk mengatasi </span><span style="background-color: white;">suatu masalah tertentu. Dengan demikian anak tidak akan hanya tergantung </span><span style="background-color: white;">pada orang tua, yang bukan tidak mungkin kelak justru akan menyulitkan dirinya </span><span style="background-color: white;">sendiri . Misalnya, ketika si anak datang pada orang tua dan mengeluh bahwa </span><span style="background-color: white;">sepedanya mengeluarkan bunyi bila dikendarai. Anda dapat memberi jawaban : </span><span style="background-color: white;">"Coba,ya, nanti kita periksa ke bengkel sepeda."</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white;"></span><br />
6. <b>Jangan Patahkan Semangatnya</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Tak jarang orang tua ingin menghindarkan anak dari rasa kecewa dengan <span style="background-color: white;">mengatakan "mustahil" terhadap apa yang sedang diupayakan anak. Sebenarnya </span><span style="background-color: white;">apabila anak sudah mau memperlihatkan keinginan untuk mandiri, dorong ia </span><span style="background-color: white;">untuk terus melakukanya. Jangan sekali-kali anda membuatnya kehilangan </span><span style="background-color: white;">motivasi atau harapannya mengenai sesuatu yang ingin dicapainya. Jika anak </span><span style="background-color: white;">minta ijin Anda, "Bu, Andi mau pulang sekolah ikut mobil antar jemput, </span><span style="background-color: white;">bolehkan? " Tindakan untuk menjawab : "Wah, kalau Andi mau naik mobil antar </span><span style="background-color: white;">jemput, kan Andi harus bangun pagi dan sampai di rumah lebih siang. Lebih baik </span><span style="background-color: white;">tidak usah deh, ya" seperti itu tentunya akan membuat anak kehilangan motivasi </span><span style="background-color: white;">untuk mandiri. Sebaliknya ibu berkata "Andi mau naik mobil antar jemput? Wah, </span><span style="background-color: white;">kedengarannya menyenangkan, ya. Coba Andi ceritakan pada ibu kenapa andi </span><span style="background-color: white;">mau naik mobil antar jemput." Dengan cara ini, paling tidak anak mengetahui </span><span style="background-color: white;">bahwa orang tua sebenarnya mendukung untuk bersikap mandiri. Meskipun </span><span style="background-color: white;">akhirnya, dengan alasan-alasan yang Anda ajukan, keinginannya tersebut belum </span><span style="background-color: white;">dapat di penuhi.</span></div>
<br />
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3499487508352044057.post-88720146334586665432012-07-16T05:10:00.001-07:002012-07-16T05:12:59.929-07:00Pola Asuh Anak Yang Tepat<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-AioCPNrLTM7TZYoXM0Eeo3g4slhmBRUNh5ZWFNz2N3cBd5pV4lrHJDoQaM6ZnHPoz3RAZWEQVC2sWZkgiwMXqYIws9zQvvrkNxIE__KXSkuH8vHV6tprsbnTe-rHuVP_b73boBxU1CE/s1600/download+(2).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-AioCPNrLTM7TZYoXM0Eeo3g4slhmBRUNh5ZWFNz2N3cBd5pV4lrHJDoQaM6ZnHPoz3RAZWEQVC2sWZkgiwMXqYIws9zQvvrkNxIE__KXSkuH8vHV6tprsbnTe-rHuVP_b73boBxU1CE/s1600/download+(2).jpg" /></a></div>
<span style="background-color: white;">Ada tiga macam pola asuh orangtua terhadap anak, yaitu:</span><br />
1. Authoritatan<br />
2. Permisif<br />
3. Authoritave<br />
<br />
Mana yang paling tepat untuk anak Anda?<br />
Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya.<br />
Lengkapnya adalah :<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<br />
<b><i>Jika anak dibesarkan dengan celaan,</i></b><br />
<b><i>ia belajar memaki</i></b><br />
<b><i>Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,</i></b><br />
<b><i>ia belajar berkelahi</i></b><br />
<b><i>Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,</i></b><br />
<b><i>ia belajar rendah diri</i></b><br />
<b><i>Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,</i></b><br />
<b><i>ia belajar menyeasali diri</i></b><br />
<b><i>Jika anak dibesarkan dengan toleransi,</i></b><br />
<b><i>ia belajar menahan diri</i></b><br />
<b><i>Jika anak dibesarkan dengan pujian,</i></b><br />
<b><i>ia belajar menghargai</i></b><br />
<b><i>Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan,</i></b><br />
<b><i>ia belajar keadilan</i></b><br />
<b><i>Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,</i></b><br />
<b><i>ia belajar menaruh kepercayaan</i></b><br />
<b><i>Jika anak dibesarkan dengan dukungan,</i></b><br />
<b><i>ia belajar menyenangi diri</i></b><br />
<b><i>Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,</i></b><br />
<b><i>ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan</i></b><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Pernyataan Dorothy tersebut
menunjukkan bahwa lingkungan, terutama keluarga akan membentuk </span><span style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', serif;">sikap dan perilaku anak. Setiap
orang tua pasti ingin anaknya "berhasil" di masa depan. Berhasil
dalam hal ini bukan pada karier, tetapi lebih pada aspek kognitif, afektif dan
perilaku. Salah satu cara agar anak "berhasil" di masa depannya daat
dilakukan di lingkungan keluarga, yaitu dengan menerapkan pola asuh orang tua
terhadap anak yang tepat. Kesalahan yang terjadi dapat berakibat buruk bagi
masa depan anak, baik dari segi kognitif, afektif dan perilaku.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Ada tiga macam pola asuh orang
tua, yaitu :<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: Wingdings;">§ </span><b><i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Authotarian<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Pola ini menggunakan pendekatan
yang memaksakan kehendak orang tua kepada anak. Anak harus menurut orang tua.
Kemauan orang tua harus dituruti, anak tidak boleh mengeluarkan pendapat.Pola
asuh ini dapat mengakibatkan anak menjadi penakut, pencemas, menarik diri dari pergaulan,
kurang adaptif, kurang tujuan, mudah curiga pada orang lain dan mudah stress.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: Wingdings;">§ </span><b><i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Permisif<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Orang tua serba membolehkan anak
berbuat apa saja. Orang tua memiliki kehangatan dan menerima apa adanya.
Kehangatan, cenderung memanjakan, dituti keinginnannya. Sedangkan menerima apa
adanya akan cenderung memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat apa saja.
Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak agresif, tidak patuh pada orang tua, sok
kuasa,kurang mampu mengontrol diri dan kurang intens mengikuti pelajaran sekolah.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: Wingdings; font-size: 10pt;">§
</span><b><i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Authoritative<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Orang tua sangat memperhatikan
kebutuhan anak dan mencukupinya dengan pertimbangan faktor </span><span style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', serif;">kepentingan dan kebutuhan. Pola
asuh ini dapat mengakibatkan anak mandiri, mempunyai kontrol </span><span style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', serif;">diri dan kepercayaan diri yang
kuat, dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dengan baik, mampu menghadapi
stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, kooperatif dengan orang
dewasa, penurut, patuh dan berorientasi pada prestasi. Pola asuh orang tua
mempengaruhi perilaku anak. Sekarang kembali kepada diri kita sendiri, sebagai
calon orang tua dan orang tua untuk memilih mau seperti apa anak-anak kita?</span></div>
</div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3499487508352044057.post-71831273557250893162012-07-16T04:42:00.004-07:002012-07-16T05:13:44.666-07:00Peran Orangtua Terhadap Perkembangan Kemandirian Anak<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4ha8Hs0Cjt21-p8Y4E3JNcHiDmlBDn6QvAgVbQZQMG1MKG_fbJiochyphenhyphenbidr988CgBmebglXFn7zEahtH-TlFwrf7PMzk0Z21p2Top2eYbqYvevMxiMoPDzOFVUTbAWfxaHG0W-2Bq7uA/s1600/downloaddsf.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4ha8Hs0Cjt21-p8Y4E3JNcHiDmlBDn6QvAgVbQZQMG1MKG_fbJiochyphenhyphenbidr988CgBmebglXFn7zEahtH-TlFwrf7PMzk0Z21p2Top2eYbqYvevMxiMoPDzOFVUTbAWfxaHG0W-2Bq7uA/s1600/downloaddsf.jpg" /></a></div>
<span style="background-color: white; text-align: justify;">Jika kita mendengar kata anak mandiri, yang terbayang adalah anak yang bisa mandi sendiri, makan </span><span style="background-color: white; text-align: justify;">sendiri, pergi ke sekolah sendiri, mengerjakan PR sendiri, berpakaian sendiri, dan sebagainya. Indah, </span><span style="background-color: white; text-align: justify;">bukan? Pokoknya, semua bisa dikerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain.</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br />
Semua orang tua pasti menginginkan anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang mandiri. Sayang tidak <span style="background-color: white;">semua keinginan bisa terwujud. Banyak, jika kita jeli mengamati anak-anak dan remaja masa kini, </span><span style="background-color: white;">yang belum mandiri dan masih banyak bergantung pada orang tua, guru, atau teman untuk beragam </span><span style="background-color: white;">kebutuhan. Memprihatinkan, bukan? Yang jelas, pola perilaku mandiri atau tidak mandiri akan </span><span style="background-color: white;">menjadi dasar pembentukan perilaku di masa datang dimana kelak saat mereka dewasa dituntut untuk </span><span style="background-color: white;">membuat keputusan untuk hidup mereka. Mari kita telusuri apa yang dimaksud dengan kemandirian, </span><span style="background-color: white;">dan bagaimana kita, orang tua, guru, dan masyarakat ikut membantu anak-anak kita untuk mandiri.</span><br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apa yang dimaksud dengan mandiri? Kata ini sering kita dengar, ucapkan, pikirkan dan rasakan. <span style="background-color: white;">Kemandirian berarti kemampuan seseorang untuk melakukan, memikirkan dan merasakan sesuatu, </span><span style="background-color: white;">untuk mengatasi masalah, bersaing, mengerjakan tugas, dan mengambil keputusan dengan tingkat </span><span style="background-color: white;">kepercayaan diri yang tinggi, bertanggung jawab, serta tidak bergantung pada bantuan orang lain.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemandirian merupakan aspek yang berkembang dalam diri setiap orang, yang bentuknya sangat <span style="background-color: white;">beragam, pada tiap orang yang berbeda, tergantung pada proses perkembangan dan proses belajar </span><span style="background-color: white;">yang dialami masing-masing orang. Karena itu kemandirian mengandung pengertian :</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
> memiliki suatu penghayatan/semangat untuk menjadi lebih baik dan percaya diri,</div>
<div style="text-align: justify;">
> mengelola pikiran untuk menelaah masalah dan mengambil keputusan untuk bertindak,</div>
<div style="text-align: justify;">
> disiplin dan tanggung jawab</div>
<div style="text-align: justify;">
> tidak bergantung pada orang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Havighurst (1972), yang menyatakan bahwa <span style="background-color: white;">kemandirian memiliki beberapa aspek, yaitu :</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Aspek Intelektual, yang merujuk pada kemampuan berpikir, menalar, memahami beragam kondisi, <span style="background-color: white;">situasi, dan gejala-gejala masalah sebagai dasar usaha mengatasi masalah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Aspek Sosial, berkenaan dengan kemampuan untuk berani secara aktif membina relasi sosial, <span style="background-color: white;">namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain di sekitarnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Aspek Emosi, menunjukkan kemampuan individu untuk mengelola serta mengendalikan emosi dan <span style="background-color: white;">reaksinya, dengan tidak tergantung secara emosi pada orang tua.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4. Aspek Ekonomi, menujukkan kemandirian dalam hal mengatur ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan <span style="background-color: white;">ekonomi, dan tidak lagi tergantung pada orang tua.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Anak tumbuh dan berkembang sepanjang hidup mereka. Tingkat ketergantungan berubah dari waktu <span style="background-color: white;">ke waktu, seiring dengan perkembangan aspek-aspek kepribadian dalam diri mereka. Kemandirian </span><span style="background-color: white;">pun menjadi sangat berbeda pada rentang usia tertentu. Kemandirian sangat tergantung pada proses </span><span style="background-color: white;">kematangan dan proses belajar anak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Anak tumbuh dan berkembang dalam lingkup sosial. Lingkup sosial awal yang meletakkan dasar <span style="background-color: white;">perkembangan pribadi anak adalah keluarga. Dengan demikian orang tua memiliki porsi terbesar </span><span style="background-color: white;">untuk membawa anak mengenal kekuatan dan kelemahan diri untuk berkembang, termasuk </span><span style="background-color: white;">perkembangan kemandiriannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejauh mana peran orang tua terhadap kemandirian anak? Syarat mutlak yang harus dilakukan orang <span style="background-color: white;">tua adalah pengenalan diri dan pengenalan anak. Tanpa kedua hal tersebut, peluang terwujudnya </span><span style="background-color: white;">kemandirian yang diinginkan dalam diri anak sangat kecil. Membicarakan usaha mengembangkan </span><span style="background-color: white;">kemandirian anak harus diorientasikan pada peningkatan kemampuan anak dalam hal intelektual, </span><span style="background-color: white;">sosial, emosi dan ekonomi. Mereka mandiri berdasar kekuatan pribadi, berdasarkan kebutuhan diri </span><span style="background-color: white;">sendiri untuk bisa tidak tergantung pada orang lain, bukan berdasar kemauan dan keinginan orang tua.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Banyak orang tua mengeluh karena anak tidak mandiri. Semua serba tergantung pada orang tua, tidak <span style="background-color: white;">mengetahui tugas dan tanggung jawab mereka lewat kesadaran pribadi, tidak bisa mengatur waktu, </span><span style="background-color: white;">dan masih banyak lagi. Orang tua jadi 'panik' dan memberi jalan keluar yang mau tidak mau harus </span><span style="background-color: white;">dituruti oleh anak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kadang-kadang proses perkembangan kemandirian menjadi tidak optimal karena peran orang tua <span style="background-color: white;">yang 'berlebihan' dalam memberikan perhatian dan sekaligus memberi 'jalan' bagaimana anak harus </span><span style="background-color: white;">melakukan sesuatu. Hal ini tidak menjadi masalah saat usia kanak-kanak (TK, SD), namun akan </span><span style="background-color: white;">menjadi masalah saat ia beranjak remaja karena lahan hidupnya makin luas, makin kompleks, dan </span><span style="background-color: white;">penuh persaingan. Orang tua tidak dapat lagi memonitor secara penuh aktivitas mereka.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengaturan yang berlebihan akan membuat remaja tidak 'siap tempur' ('fight') untuk eksplorasi <span style="background-color: white;">lingkungan dan menyelesaikan berbagai dilema hidup mereka. Mereka akan tergantung pada orang </span><span style="background-color: white;">tua dalam banyak hal. Kondisi ini mencerminkan rasa tidak aman dan nyaman untuk melakukan </span><span style="background-color: white;">beragam hal dalam hidup mereka. Lalu, bagaimana? Kenalilah diri anda sebagai orang tua:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
- Bagaiman kebiasaan saya berpikir, merasakan dan melakukan sesuatu? Benarkah sudah <span style="background-color: white;">diorientasikan pada anak, atau masih didasari oleh kebutuhan-kebutuhan pribadi dan membawa </span><span style="background-color: white;">pola-pola pendidikan yang lama?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">- Sejauh mana saya mengenal karakteristik pribadi anak saya, mengajak mereka berbicara untuk </span><span style="background-color: white;">mengetahui kebutuhan-kebutuhan, serta mengetahui kelemahan dan keunggulannya?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">- Sejauh mana saya sebagai orang tua, memberikan kesempatann pada anak untuk melakukan hal </span><span style="background-color: white;">positif yang disukainya, yang bermanfaat bagi hidupnya di masa datang?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">- Sejauh mana saya mendukung keputusan yang mereka ambil?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">- Apakah saya punya waktu dan hati untuk mereka?</span></div>
<br />
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3499487508352044057.post-15914807874466322172012-07-16T03:47:00.003-07:002012-07-16T03:52:00.031-07:00Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmgsEI9faaY_sfe6fcB_H_ApiLZ3E2OnwGV0WUVP-oMOKhm-n1zQmUm2aOPe1v9B8iGSnlAGjic50mr1vYSmITR0JWkV2KvyniA-P2bcqQD7cQHIre0jyxEpAffp05d7ypanLk1I_bnWw/s1600/download+(1).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmgsEI9faaY_sfe6fcB_H_ApiLZ3E2OnwGV0WUVP-oMOKhm-n1zQmUm2aOPe1v9B8iGSnlAGjic50mr1vYSmITR0JWkV2KvyniA-P2bcqQD7cQHIre0jyxEpAffp05d7ypanLk1I_bnWw/s1600/download+(1).jpg" /></a></div>
<span style="background-color: white; text-align: justify;">Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat kecerdasan. </span><span style="background-color: white; text-align: justify;">Bila sejak awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan, maka akan </span><span style="background-color: white; text-align: justify;">berpengaruh pada pembentukan otak. Karena itu, kebutuhan gizi bayi sejak janin </span><span style="background-color: white; text-align: justify;">sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik. </span><span style="background-color: white; text-align: justify;">Kepala Seksi Standardisasi, Subdit Gizi Mikro, Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan </span><span style="background-color: white; text-align: justify;">Masyarakat Depkes menegaskan hal tersebut di Jakarta, di sela-sela Kongres Nasional </span><span style="background-color: white; text-align: justify;">XII dan temu ilmiah Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi).</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Atmarita, anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh <span style="background-color: white;">pembentukan otak maupun tubuhnya tidak baik akibat gizinya buruk. "Berarti hal paling </span><span style="background-color: white;">penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak dalam kandungan sampai berusia lima tahun, </span><span style="background-color: white;">dan bila tidak terpenuhi, pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus. Anak dengan </span><span style="background-color: white;">tubuh pendek, ia mengemukakan, berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis," </span><span style="background-color: white;">jelas Atmarita. </span><span style="background-color: white;">Namun begitu, lanjutnya, sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk </span><span style="background-color: white;">pertumbuhan fisik anak. Jadi jika tubuh seseorang kurus, hal ini dipengaruhi oleh </span><span style="background-color: white;">keadaan gizi pada saat itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bersama rekannya, dr Robert L Tiden, pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di <span style="background-color: white;">perkotaan yang dikaitkan dengan tinggi badan anak baru masuk sekolah. </span><span style="background-color: white;">62% lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi umur, sedangkan </span><span style="background-color: white;">anak di pedesaan hanya 49%. Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki </span><span style="background-color: white;">keadaan gizi lebih baik dibanding anak di pedesaan. Meski demikian, obesitas (gemuk </span><span style="background-color: white;">sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih tinggi dibanding anak di pedesaan. </span><span style="background-color: white;">Cuma, masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan, melainkan juga di </span><span style="background-color: white;">pedesaan. </span><span style="background-color: white;">Atas dasar tersebut, program perbaikan gizi sekarang harus diubah dengan </span><span style="background-color: white;">memerhatikan faktor yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun </span><span style="background-color: white;">pedesaan.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelumnya, Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf <span style="background-color: white;">Ahli Menkes Bidang Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena </span><span style="background-color: white;">proporsi anak pendek di Indonesia masih cukup tinggi. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">"Saya yakin, para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi </span><span style="background-color: white;">dengan pemantauan status gizi," ulasnya. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk </span><span style="background-color: white;">meningkatkan kemampuan belajar dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi. </span><span style="background-color: white;">Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina, Jamaika, dan negara lainnya yang </span><span style="background-color: white;">membuktikan, adanya hubungan yang sangat bermakna antara tinggi badan dan </span><span style="background-color: white;">kemampuan belajar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahkan, ujarnya, dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh <span style="background-color: white;">pendek berusia 9-24 bulan akan mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika </span><span style="background-color: white;">berusia 7-8 tahun.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan <span style="background-color: white;">mengenai pentingnya gizi untuk mendukung pembangunan. "Malah dengan menurunkan </span><span style="background-color: white;">prevalensi anak pendek sebesar 10%, akan dapat meningkatkan 2%-10% proporsi anak </span><span style="background-color: white;">yang mendaftar ke sekolah."</span></div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3499487508352044057.post-90521533221722391672012-07-15T22:25:00.000-07:002012-07-15T22:26:30.235-07:00Kesalahan Pola Asuh Anak Usia Dini, Penyesalan Orangtua Seumur Hidup<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgH7LWuRn645ZUh7GcjMUw53GioIpGmbqGdQgXclbroUOQqVbxpqxeXPGmf5efb38FJxRNlzRgfwWLAjlWdJ1ojrnReRnN4mEXFj6fMVrOwUZQ6c5PTwoCX1o11ytRicRZdcEspm7ro4J8/s1600/images+(3).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgH7LWuRn645ZUh7GcjMUw53GioIpGmbqGdQgXclbroUOQqVbxpqxeXPGmf5efb38FJxRNlzRgfwWLAjlWdJ1ojrnReRnN4mEXFj6fMVrOwUZQ6c5PTwoCX1o11ytRicRZdcEspm7ro4J8/s1600/images+(3).jpg" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
SALAH satu problem orangtua yang sudah bekerja yakni, menentukan pola asuh bayi, Balita atau <span style="background-color: white;">anak usia dini dengan perasaan aman dan nyaman. "Secara umum, sekarang ini orangtua berkeinginan </span><span style="background-color: white;">sukses mengasuh anak, tetapi juga sukses berkarir," kata seorang alumnus La Trobe University </span><span style="background-color: white;">Victoria Australia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam menentukan pola asuh anak usia dini orangtua harus mampu mengukur kemampuan diri. <span style="background-color: white;">Dijelaskan, setiap orangtua pasti ingin mengasuh anak-anak dengan baik. Ketika bekerja, anak harus </span><span style="background-color: white;">dengan siapa? Bersama pembantu, kakek, nenek, tetangga, dititipkan pada Tempat Penitipan Anak </span><span style="background-color: white;">atau Griya Asuh Bayi-Balita? Semuanya memiliki konsekuensi dengan segala risikonya. "Dalam </span><span style="background-color: white;">realitas seperti ini, orangtua harus mengukur kemampuan diri, baik tenaga, pikiran juga kemampuan </span><span style="background-color: white;">ekonomi," kata dosen Psikologi UGM bersemangat.</span><br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hanya saja yang sering dilupakan, pola asuh anak, orangtua sering tidak berpikir pentingnya <span style="background-color: white;">keamanan, kenyamanan serta pengaruh sosial dan lingkungan anak. "Karena orangtua lengah, tidak </span><span style="background-color: white;">waspada, banyak kejadian anak dijaili sampai terjadi tindak kekerasan seksual. Mereka yang ada di </span><span style="background-color: white;">sekeliling kita yang selama ini dianggap baik, menyanyangi, melindungi, ternyata melukai. Kalau </span><span style="background-color: white;">sudah demikian, orangtua hanya bisa menyesal seumur hidup," ujarnya. Dicontohkan, pelecehan </span><span style="background-color: white;">seksual pada anak menjadi trauma seumur hidup.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Pola asuh anak, tentunya memiliki dampak secara psikologis, sosial bagi anak itu sendiri yang <span style="background-color: white;">berbentuk perilaku. ":Kalau perilaku itu baik, bijak, orangtua sering menerima dengan senang hati dan </span><span style="background-color: white;">kegembiraan. Sebaliknya, kalau perilaku itu buruk yang rugi adalah orangtua itu sendiri, anak akan </span><span style="background-color: white;">tumbuh tidak semestinya," katanya. Perlu diingatkan, orangtua harus bisa mengukur kemampuan diri, </span><span style="background-color: white;">serta perlunya waspada untuk hati-hati dalam menentukan pola asuh anak. Pola asuh, pada akhirnya </span><span style="background-color: white;">sangat menentukan pertumbuhan anak, baik menyangkut potensi psikomotirik, sosial dan afektif </span><span style="background-color: white;">sesuai perkembangan anak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengamatan tersebut, mengingatkan pada rekomendasi National Association for the Education of <span style="background-color: white;">Young (Asosiasi Nasional bagi Pendidikan Anak-anak), lingkungan harus mempermudah </span><span style="background-color: white;">pertumbuhan, perkembangan bayi dan balita untuk dapat bermain, belajar bersama-sama. </span><span style="background-color: white;">"Rekomendasi itu selalu saja terngiang-ngiang. Maka ketika waktu memungkinkan, kami </span><span style="background-color: white;">merealisasikannya, bagaimana membuat lembaga yang bisa membantu orangtua, terutama memberi </span><span style="background-color: white;">solusi menentukan pola asuh anak yang nyaman".</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keinginan yang sudah lama terpendam itu, kata Ayu, maka direalisasikan lewat GABB (Full Day <span style="background-color: white;">Childcare). Dimana Childcare mampu menyediakan sarana, perlengkapan serta bahan permaian sesuai </span><span style="background-color: white;">dan memadai. "Keinginan menolong anak untuk meningkatkan ketrampilan psikomotor, sosial, efeksi </span><span style="background-color: white;">dan bahasa anak-anak, serta memperluas pemahaman tentang dunia di sekitarnya".</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ditegaskan, pola asuh anak GAAB memang mengacu pada program percontohan yang dikembangkan <span style="background-color: white;">Jarome Kagan, Kearsley dan Zelazo di Universitas Harvard Amerika Serikat, pola asuh anak usia dini </span><span style="background-color: white;">sangat ditentukan, siapa pengasuhnya. Pengasuh yang selalu tersenyum dan berbicara dengan bayi </span><span style="background-color: white;">dan menyediakan lingkungan childcare yang aman dengan banyak mainan merangsang anak-anak, </span><span style="background-color: white;">tidak menentukan pengaruh negatif bagi perkembangan anak.</span></div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3499487508352044057.post-69791917083026113922012-07-15T20:46:00.004-07:002012-07-15T20:47:41.199-07:00Hak-Hak Anak<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQqdS4xJUToYw1ATKVm0SlOk_oRwOuRjPuBiATeMUa_ktGqEqCmPYxOnvAfPOaIh7olAebKaOEti6jE5Ix9iBLLDucJtG08mdHpA7TY4nGlxG1Mz5i5bwlwCYb86-et8bpPQm55EfhZUg/s1600/download.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" height="185" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQqdS4xJUToYw1ATKVm0SlOk_oRwOuRjPuBiATeMUa_ktGqEqCmPYxOnvAfPOaIh7olAebKaOEti6jE5Ix9iBLLDucJtG08mdHpA7TY4nGlxG1Mz5i5bwlwCYb86-et8bpPQm55EfhZUg/s200/download.jpg" width="200" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Saat ini baik di Indonesia maupun di negara-negara lain sering kita lihat, dengar dan <span style="background-color: white;">baca dari media elektronik dan media cetak anak-anak yang dianiaya, ditelantarkan </span><span style="background-color: white;">bahkan dibunuh hak-haknya oleh orangtuanya sendiri maupun oleh kerasnya kehidupan. </span><span style="background-color: white;">Hak asasi mereka seakan-akan tidak ada lagi dan tercabut begitu saja oleh orang-orang </span><span style="background-color: white;">yang kurang bertanggungjawab. Bukan orang dewasa saja yang mempunyai hak, anakanakpun </span><span style="background-color: white;">mempunyai hak. Hak-hak untuk anak-anak ini diakui dalam Konvensi Hak Anak </span><span style="background-color: white;">yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 1989. </span><br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Menurut </span><span style="background-color: white;">konvensi tersebut, semua anak, tanpa membedakan ras, suku bangsa, agama, jenis </span><span style="background-color: white;">kelamin, asal-usul keturunan maupun bahasa memilik</span><span style="background-color: white;">i 4 hak dasar yaitu :</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
> Hak Atas Kelangsungan Hidup</div>
<div style="text-align: justify;">
Termasuk di dalamnya adalah hak atas tingkat kehidupan yang layak, dan <span style="background-color: white;">pelayanan kesehatan. Artinya anak-anak berhak mendapatkan gizi yang baik, </span><span style="background-color: white;">tempat tinggal yang layak dan perwatan kesehatan yang baik bila ia jatuh sakit.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
> Hak Untuk Berkembang</div>
<div style="text-align: justify;">
Termasuk di dalamnya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan, informasi, <span style="background-color: white;">waktu luang, berkreasi seni dan budaya, juga hak asasi untuk anak-anak cacat, </span><span style="background-color: white;">dimana mereka berhak mendapatkan perlakuan dan pendidikan khusus.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
> Hak Partisipasi</div>
<div style="text-align: justify;">
Termasuk di dalamnya adalah hak kebebasan menyatakan pendapat, berserikat <span style="background-color: white;">dan berkumpul serta ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut </span><span style="background-color: white;">dirinya. Jadi, seharusnya orang-orang dewasa khususnya orangtua tidak boleh </span><span style="background-color: white;">memaksakan kehendaknya kepada anak karena bisa jadi pemaksaan kehendak </span><span style="background-color: white;">dapat mengakibatkan beban psikologis terhadap diri anak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
> Hak Perlindungan</div>
<div style="text-align: justify;">
Termasuk di dalamnya adalah perlindungan dari segala bentuk eksploitasi, <span style="background-color: white;">perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana maupun </span><span style="background-color: white;">dalam hal lainnya. Contoh eksploitasi yang paling sering kita lihat adalah </span><span style="background-color: white;">mempekerjakan anak-anak di bawah umur.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk itu ada baiknya para orangtua, lembaga-lembaga pendidikan maupun lembaga <span style="background-color: white;">lain yang terkait dengan anak mengevaluasi kembali, apakah semua hak-hak asasi anak </span><span style="background-color: white;">telah dipenuhi / terpenuhi.</span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3499487508352044057.post-13757746798380501932012-07-14T00:01:00.001-07:002012-07-15T21:04:15.730-07:00Peran Orangtua Dalam Perkembangan Psikologi Anak<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhb1DHKLVsSDugt8azvR_4HQ7rhlQxHXglXkCMIAMFYhffC0_fieZKRfimPr0oD08BGL5-c1_nYDwNwYaqe2EJA_8P7ibnO9xuoB-y1d84mPac3bfiIWPAoQ3j98Xj8rPw3QNpndvqp2qs/s1600/images+(2).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhb1DHKLVsSDugt8azvR_4HQ7rhlQxHXglXkCMIAMFYhffC0_fieZKRfimPr0oD08BGL5-c1_nYDwNwYaqe2EJA_8P7ibnO9xuoB-y1d84mPac3bfiIWPAoQ3j98Xj8rPw3QNpndvqp2qs/s1600/images+(2).jpg" /></a></div>
PENGENALAN<br />
Perkembangan fiska, sosial, emosi, intelek, psikologi dan rohani bukanlah merupakan hal yang asing. Bidang cakupannya masing-masing agak kabur dan kadangkala ketiga-tiga faktor, sosial, emosi dan psikologi terjadi bersamaan.</div>
<br />
<div style="text-align: -webkit-auto;">
<br /></div>
<span style="background-color: white; text-align: justify;"><div style="text-align: -webkit-auto;">
<span style="background-color: white;">PENTlNGNYA PERKEMBANGAN PSIKOLOGI PADA ANAK-ANAK</span></div>
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
Perkembangan psikologi yang positif penting dalam perkembangan psikologi anak-anak. Perkembangan psikologi yang baik dapat diamati dalam pemikiran mental yang sehat, pengukuhan egoisme, harga diri yang tinggi, kepekaan terhadap kebebasan dalam mengadaptasikan diri dengan lingkungannya. Perkembangan psikologi yang kurang baik dapat diamati pada harga diri yang rendah dan juga pada kemunculan pelbagai masalah tingkahlaklu dan mental. Pentingnya perkembangan psikologi ini jelas karena mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi keberhasilan, hubungan sosial dan kesejahteraan seseorang individu pada masa depannya.<br />
<a name='more'></a><br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Orangtua adalah pemberi kasih sayang yang mendasar. Orangtua mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan psikologi anaknya. Orangtua yang mengabaikan dan juga yang memukul anaknya akan menghalangi perkembangan psikologi yang sehat. Orangtua pada waktu yang sama sekiranya diberi pengetahuan yang mencukupi yang terdiri dari ketrampilan-ketrampilan dan dukungan, akan dapat menjalankan tugas mereka dengan baik. Ini adalah karena pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan dengan optimal untuk lebih memusatkan lagi perkembangan psikologi anaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
HAL-HAL YANG MENDUKUNG PERKEMBANGAN PSIKOLOGI ANAK-ANAK<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Penerimaan Tanpa Syarat</b><br />
Seorang anak harus diterima tanpa syarat oleh orang dewasa dalam hidupnya. Anak tersebut juga harus memahami bahwa dia diterima tanpa syarat apa-apa. Menurut Michael Rutter (1978), orangtua mungkin menerima anaknya bukan perangainya. Penerimaan tanpa syarat harus ditunjukkan sepenuhnya dalam tingkahlaku orangtua serta sikap terhadap anaknya. Orangtua harus menjaga, mencurahkan kasih sayang dan senantiasa siap untuk melayani anaknya terutama bila diperlukan. Dengan kata lain orangtua mesti bertindak<br />
dengan cepat dan wajar dan sensitif dalam melayani anaknya karena ia harus menerimanya tanpa syarat.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Stimulasi</b><br />
Anak-anak yang telah melalui pelbagai program, memperlihatkan peningkatan dalam jumlah nilai IQ dan juga dalam bidang-bidang lain yang berkaitan. Kajian Brofenbrener (1980) terhadap pelbagai program pengkajian intervensi, memperlihatkan bahwa hasil positif akan berkelanjutan seandainya orangtua melibatkan diri dalam program- program tersebut. Stimulasi bisa diterapkan kepada anak-anak melalui pelbagai cara yaitu melalui audio; visual; kinetik yang melibatkan pergerakan anak-anak (pergerakan bahagian depan, tepi dan belakang badan), pelbagai aktivitas (main ayunan, berada dalam ayunan berputar, melompat, dan sebagainya) dan keterlibatan langsung yang termasuk sentuhan, merasai dan membau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
MEMAHAMI PERKEMBANGAN ANAK-ANAK DAN SIFAT BAWAAN (PERANGAI) </div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu pemahaman terhadap perkembangan anak-anak bisa menjangkau jauh dalam membentuk seorang anak yang sehat dari segi psikologi. Orangtua kadangkala mempunyai pengetahuan yang dangkal bagaimana anak-anak sebenamya belajar dan berkembang. Kekurangan pemahaman terhadap pembawaan anak-anak ini mungkin akan membawa kepada konflik antara orangtua dan anaknya dan juga permasalahan yang akhirnya mempengaruhi hubungan mereka.<br />
Hanya apabila orangtua memahami perangai anak-anak ini barulah orangtua tidak akan menyalahtafsirkan suatu tingkahlaku anak-anak yang bermasalah sebagai bertindak liar dan nakal. Ini mungkin akan membangkitkan kemarahan orangtua lalu mereka akan menerapkan tindakan disiplin keras yang sebenarnya tidak perlu. Sebaiknya memang suatu strategi yang berbeda dan sesuai dapat diambil untuk menggalakkan kerjasama dan mengelakkan konflik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
TAHAP KETERLIBATAN ORANGTUA<br />
Jelas bahwa keterlibatan orangtua adalah penting. Tahap keterlibatan mereka bisa dibagi dalam tiga tahap: </div>
<div style="text-align: justify;">
> Keterlibatan langsung dan interaksi dengan anak.</div>
<div style="text-align: justify;">
> Menyediakan peluang-peluang bagi pengalaman berbeda.</div>
<div style="text-align: justify;">
> Bekerjasama dengan orang/pihak lain sebagai partner.<br />
Pada setiap tahap, adalah penting bagi orangtua menerirna tanpa syarat anaknya, mengadakan stimulasi dan memahami perkembangan dan perangai anaknya.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Keterlibatan Orangtua Langsung Dan Interaksi Dengan Anak</b><br />
Orangtua harus melibatkan diri secara langsung agar perkembangan psikologi yang positif dapat dihasilkan. Mereka harus menyediakan fisilitas dasar; peka akan penerimaan tanpa syarat dan menerapkan stimulasi dan pada waktu yang sama mengevaluasi tahap perkembangan dan perangai anak-anak.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Keterlibatan secara langsung ini tidak dapat kita amati pada kebanyakan orangtua di Asia. Mereka biasanya menyembunyikan perasaan mereka dan ini menyebabkan suatu jurang yang dalam dari segi hubungan orangtua dan anak mereka. Kaum lelaki dianggap sebagai daya penggerak keluarga dan beliau biasanya lebih memberi arahan daripada berinteraksi dengan anaknya. Beliau lebih suka menegur daripada bersikap mesra, dengan anaknya. Anak-anak biasanya kurang diberi perhatian. Ayah, mereka jarang menanyakan atau perhatian tentang pelajaran sekolah. Adalah dianggap mencukupi, anaknya mendapatkan pendidikan, berhasil atau tidak adalah menjadi soal kedua.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Keterlibatan orangtua secara dangkal ini sepatutnya dihindarkan. Mereka harus melibatkan diri secara langsung untuk membantu perkembangan psikolog yang positif. Orangtua harus menyentuh, menepuk bahu, memeluk anaknya selalu. Mereka juga mesti memberitahu perasaan mereka terhadap anaknya dan juga pada waktu yang sama mendengar dan berinteraksi dengan anaknya. Orangtua juga mesti siap bila anak-anaknya<br />
memerlukan mereka. Tugas orangtua penting dalam menyediakan keperluan dasar yaitu makanan, tetapi ini tidaklah cukup. Komunikasi adalah amat penting antara orangtua dan anak dan ini seharusnya berkelanjutan.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Anak-anak memerlukan garis panduan dalam bertingkahlaku melalui peraturan yang mudah yang disediakan oleh orangtuanya. Konflik. tekanan serta masalah tingkah laku terjadi bila orangtua membuat target lebih ataupun kurang terhadap kemampuan anaknya. Untuk mengatasi ini, Orangtua harus memahami kemampuan seseorang anak berdasarkan umurnya. Bila seseorang anak didenda, dia harus diberi pengertian oleh orangtuanya bahwa yang ditolak adalah tingkahlaku dan bukan dirinya.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Berkurang atau menurunnya kasih sayang dari orangtua yang dapat diamati anak-anak melalui tindak tanduk orangtua merupakan suatu pengalaman yang dahsyat bagi anakanak dan seharusnya dihindarkan. Orangtua harus mengetahui akan pentingnya stimulasi dalam hubungan langsung dan pengaruh/hasilnya terhadap interaksi yang diterapkan. Stimulasi melibatkan pelbagai pancaindera yaitu penglihatan, bau, pendengaran, sentuhan dan rasa. Masing-masing ada secara terpisah dan juga dapat diamati dalam kombinasi yang berbeda.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Stimulasi dapat diterapkan sejak kelahiran, contohnya, dalam proses perawatan pada bayi dan lain-lainnya. Ini juga dapat digabungkan dalam rutinitas harian yaitu waktu mandi; makan; mencud pakaian dan melakukan pekerjaan rumah. Orangtua harus berbicara dengan mereka dan ini akan meningkatkan lagi pemikiran dan kemahiran menyelesaikan masalah. Selanjutnya, ikatan yang lebih rapat dapat terjalin antara orangtua dan anakanak.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam memperkenalkan pelbagai stimulasi, langkah yang harus diambil adalah orangtua harus memastikan bahwa tugas yang diberikan pada anak semestinya berdasarkan kemampuan anak tersebut pada jenjang umur yang sesuai. Orangtua harus memperkenalkan stimulasi secara teliti. Bagi anak yang tidak bermasalah langsung, stimulasi yang banyak tidak digalakkan. Banyak usaha serta waktu yang harus diperuntukkan bagi<br />
anak-anak yang lambat (slow-to warm- up). Sebaliknya, stimulasi harus dikurangi pula sekiranya anak tersebut diserang histeria.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orangtua harus peka kepada kehendak anaknya. Sekiranya anak itu tidak gembira dengan kerja yang diberikan maka kerja tersebut harus dihentikan. Sekiranya aktiviti yang dijalankan adalah membosankan, maka seharusnya ditukar atau diusahakan menjadi lebih menarik.<br />
Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh orangtua dalam menyediakan stimulasi untuk perkembangan anaknya : </div>
<div style="text-align: justify;">
1. <span style="color: blue;">Pertama</span>, kelemahan yang ada di pihak orangtua yang tradisional. Mereka bermain dengan anak mereka hanya ketika mereka bayi saja. Mereka merasa kurang senang bermain dengan anak mereka dalam tahap anak-anak. Orangtua harus meninggalkan tradisi ini dan mulai bermain dengan anak-anak mereka yang bukan bayi lagi.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
2. <span style="color: blue;">Kedua</span>, ibu dianggap sebagai pemberi kasih sayang yang utama walaupun didapati bahwa banyak ibu mulai bekerja saat ini. Keterlibatan ayah dengan anak-anak mereka juga tidak begitu besar. Misalnya anak lelaki menganggap ayahnya sebagai model dan sebaliknya bagi anak perempuan. Selanjutnya hubungan anak tersebut dengan model sajalah yang rapat. Ini harus dikurangi, interaksi antara kedua orangtua dengan anak-anak lebih digalakkan.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
3. <span style="color: blue;"> Ketiga</span>, efek dari kedua orangtua yang pergi kerja menyebabkan mereka tidak punya waktu penjagaan yang berkualitas untuk dihabiskan dengan anak-anak. Waktu luang yang begitu singkat dihabiskan untuk mengutamakan keperluan keluarga. Waktu emas ini harus digunakan dengan sebaik-baiknya untuk menyediakan peluang-peluang stimulasi dan bukannya melemahkan kembali interaksi, misalnya pertengkaran suami isteri yang saling menyalahkan satu sama lain dalam menjalankan tanggungjawab sebagai ibu dan bapa.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Keterlibatan Orangtua Dalam Menyediakan Peluang-Peluang Untuk Pengalamanpengalaman<br />Baru.</b><br />
Orangtua harus menyediakan peluang-peluang untuk pengalaman-pengalaman yang baru dan lain sebagainya. Mereka harus memperkenalkan pada anaknya alat-alat permainan yang pelbagai jenis dan bentuk, mendorong anaknya bermain dengan anak anak lain, membawa anaknya ke tempat-tempat yang menarik, memperkenalkan mereka kepada alam sekeliling, musik dan seni dan terhadap pelbagai pengalaman yang lain.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Pengalaman yang diperoleh dari teman sebaya penting karena itu akan menyebabkan perkembangan yang lebih seimbang. Oleh karenanya harus mendorong anaknya untuk berkawan. Dengan adanya teman sebaya, anak-anak mempelajari kemahiran perjuangan sosial yaitu bagaimana mendapatkan apa yang diperlukannya dengan melalui harus bertengkar, bilang "tolong", memberitahu gurunya ataupun melakukan pertukaran, bagaimana hendak berinteraksi dengan yang lain dan mendapatkan kawan dengan melalui sikap mengalah, bersikap ramah dan menjemput ke rumah teman, bagaimana menambahkan kekuasaan dirinya dengan melalui menambahkan teman dan mendukung anak-anak lain dan terakhir bagaimana hendak bekerjasama dalam suatu kelompok dengan melalui kerjasama, menunggu giliran, mendengar dan berbincang. Masalah konflik perseorangan yang terjadi memerlukan kemahiran menyelesaikan masalah yang seterusnya membawa kepada kecakapan sosial.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jelas kepada kita akan pentingnya teman sebaya dan lebih lanjut, orangtua harus menggalakkan anaknya untuk mempunyai teman karena ini dapat menyediakan peluangpeluang untuk pengalaman yang baru. Orangtua mesti memainkan peranan dalam penyediaan ini misalnya mewujudkan situasi agar anaknya bersama-sama anak-anak lain sewaktu ada di taman permainan, bertemu saudara yang dekat, tetangga serta temanteman agar pengalaman dari teman sebaya bisa diperoleh.<br />
Mereka harus bermain dalam suasana harmonis dengan berinteraksi dengan sebaiknya dan dapat menerima suasana yang 'multiracial' (berbagai suku bangsa) dan 'multicultural' (berbagai budaya). Waktu berhubungan dengan teman sebaya, orangtua seharusnya menghindarkan campurtangan mereka sebanyak mungkin. Bila timbul masalah barulah orangtua boleh memberi dorongan, sokongan dan sedikit bantuan untuk mengatasi<br />
masalah perhubungan ini.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Orangtua Bekerjasam Dengan Orang Lain (Care Agents)</b><br />
Orangtua harus melibatkan diri dan bekerjasama dengan pihak-pihak (orang) lain dalam penjagaan anak-anak. Kerjasama diperlukan di antara dua pihak ini untuk memberikan suatu ikatan yang sehat. la harus membentuk individu penyayang. Kedua pihak harus peka terhadap perubahan luar biasa pada tingkahlaku anak-anak yang tidak diinginkan oleh pihak penjaga.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagai partner kerjasama orangtua mesti memastikan pihak penjaga (orang lain) ini mempunyai kaki tangan/bawahan yang mahir dan dapat mencurahkan kasih sayang. Suatu program harus dibentuk dan harus seimbang dalam membentuk perkembangan psikologi yang positif. Program ini harus disusun dengan usaha kedua pihak yang terkait. Orangtua harus peka dengan menghadirkan diri dalam diskusi berkenaan isu perkembangan anak-anak. Mereka juga harus melaporkan tingkahlaku anaknya di rumah kepada pihak lain atau agen penjagaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hubungan yang kukuh antara rumah dan agen ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya konflik antara masalah dari rumah dengan pihak lain yang terkait atau sekolah. Hubungan ini akan mengukuhkan lagi proses pembelajaran dan memastikan bahwa upaya ini berkelanjutan dan konsisten dalam hidup anak-anak. Sekiranya orangtua tidak melibatkan diri, anak mereka akan hidup dalam dua dunia yang, asing dan tidak berhubungan antara satu sama lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
DUKUNGAN BAGI ORANGTUA</div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa faktor mempengaruhi orangtua dan hal ini hanya berpengaruh terhadap hubungan dengan anak-anak mereka. Faktor-faktor tersebut adalah faktor ekonmi, konflik rumahtangga, tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan, kekurangan pengetahuan tentang perkembangan khusus kanak- kanak dan kemahiran dalam berperan sebagai orangtua. Kesemua faktor ini dapat berinteraksi antara satu sama lain dan kadangkala menghalangi orangtua untuk melaksanakan keterlibatan pada tahap yang berbeda. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orangtua mungkin memerlukan dukungan untuk bertindak sebagai orangtua, sebagai suami dan isteri dan sebagai individu. Orangtua tidak akan begitu mengutamakan aspek aspek halus keorangtuaan sekiranya mereka mempunyai hal-hal untuk memenuhi keperluan dasar dan juga mungkin mereka mengalami tekanan dalam menyelesaikan pekerjaan kantor dan pekerjaan rumah. Orangtua memerlukan rangkaian sokongan secara informal dari saudara dan teman-teman dan lingkungan sosial yang formal.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu dukungan dalam pendidikan <i>"berperan sebagai orangtua" </i> yang khusus perlu bagi mendidik orangtua. Melalui pendidikan ini, ia dapat mengenal secara pasti bahwa orangtua umumnya mempunyai kekuatan dan kepandaian tertentu dalam lingkup <i>berperan sebagai orangtua</i> tetapi mereka mungkin memerlukan pengetahuan tambahan dan juga ketrampilan-ketrampilan baru untuk meningkatkan perawatan anak-anak. Orangtua juga harus tegas dalam menjalankan tugas mereka, bekerjasama terhadap kejadian yang dilalui dengan orangtua yang lain. Mereka juga harus belajar dari orangtua yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
KESIMPULAN </div>
<div style="text-align: justify;">
Orangtua suka ataupun tidak, mereka memainkan peranan yang penting dalam pembentukan psikologi anak-anak secara langsung maupun secara tidak langsung. Dengan pemahaman yang mendalam tentang perkembangan anak-anak, ini menyebabkan peranan orangtua tidak dapat digantikan oleh orang sembarangan.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Orangtua dapat berperan dengan sukses seandainya mereka memahami anaknya. Mereka harus menerima anak mereka tanpa syarat dan menyediakan pelbagai stimulasi pada tahap awal masa kanak-kanak. Mereka sepatutnya secara penuh menjalani peran tersebut dan harus juga mempunyai pemahaman tentang tingkahlaku serta perangai anak.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Orangtua juga mesti melibatkan diri dalam perkembangan psikologi anak-anak secara langsung dan secara tidak langsung pula menyediakan peluang-peluang bagi pelbagai pengalaman terutama pengalaman bersama teman sebaya. Paling akhir, orangtua harus bekerjasama dengan keluarga lain atau dengan pihak-pihak (yayasan atau sejenisnya) penjagaan anak-anak.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3499487508352044057.post-5094811659384560632012-07-13T18:42:00.000-07:002012-07-15T21:12:18.912-07:00Pengenalan Psikologi Sejak Dini<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCMBGSIYhjXlkyB-uXziyXasqxPg7gXUMrAk9iPdzqvKYZid02WDw5FnG0DzuAgfI1uHhq2LJsJXP6P8nOgmh624usJ7jJaMe0Ih7L0ulhdy-2nJw17z3RmdoZJMf9VKMya_wSHH_qRik/s1600/2012-06-20+11.27.15.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCMBGSIYhjXlkyB-uXziyXasqxPg7gXUMrAk9iPdzqvKYZid02WDw5FnG0DzuAgfI1uHhq2LJsJXP6P8nOgmh624usJ7jJaMe0Ih7L0ulhdy-2nJw17z3RmdoZJMf9VKMya_wSHH_qRik/s200/2012-06-20+11.27.15.jpg" width="200" /></a></div>
Kurangnya pengenalan tentang masalah kejiwaan akan berpotensi membuat seseorang kurang mengenal potensi maupun kekurangan dari dirinya, khususnya masalah kejiwaan. Akibatnya akan beragam, tapi akan lebih nampak pada remaja. Mereka dengan ketidak mengertiannya mengenai seluk beluk kejiwaan akan membentuk pribadi yang cenderung subyektif dan egosentris. Mereka tidak mengetahui mengenai tipe tipe kepribadian. Kurang tahunya potensi diri akan menyebabkan mereka cenderung mengambil keputusan berdasarkan emosinya maupun pengaruh teman temannya.</div>
<a name='more'></a><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
Para orangtua umumnya tidak memberikan bimbingan psikologis yang baik pada anak anak mereka. Entah karena ketidak tahuan mereka ataupun karena mereka tdak menganggap hal itu sesuatu yang penting. Para remaja lebih suka curhat ke kawan kawan mereka yang notabene pengetahuan psikologisnya sama sama kurang. Jika ada perilaku anak remaja yang aneh aneh, para orang tua umumnya berusaha memahami bahwa<br />
itu adalah suatu kewajaran yang memang harus dialami setiap remaja. padahal jika perkembangan seseorang tidak mulai diarahkan sejak remaja, maka mereka akan menemukan kesulitan untuk membentuk diri menjadi pribadi dewasa.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebaiknya kita semua sudah ahrus mulai berpikir untuk mulai melakukan pengenalan psikologi sejak dini pada diri kita, keluarga kita, dan orang orang terdekat kita. Salah satu langkah yang harus kita lakukan sebelum mulai mengenalkan psikologi kepada keluarga kita, kita harus terlebih dahulu memiliki wawasan yang memadai dan paham secara garis besar mengenai masalah psikologi.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Kita dapat mendapatkannya dari bangku kuliah, buku buku psikologi maupun yang mengenai kejiwaan, artikel psikologi di koran maupun di Internet, rubrik konsultasi di berbagai media. Setelah kita memiliki wawasan yang cukup, konsultasikan kepada orang yang lebih paham dari kita karena masalah pembentukan psikologi sama seperti nasehat kesehatan seorang dokter. Jika dokter salah dalam diagnosa dan memberikan obat, maka akibatnya akan berbahaya bagi pasiennya. Begitu juga kita dalam memberikan bimbingan kejiwaan pada seseorang. Jika kita salah mendiagnosa problem klien akan mengakibatkan salah dalam advis solusi sehingga kemungkinan klien akan mengambil keputusan yang beresiko. Mungkin hal ini terdengar menakutkan, namun seperti di dunia nyata pada umumnya, kita selalu membutuhkan dokter, maka begitu juga kita sekarang harus sudah mulai berpikir untuk membutuhkan jasa seorang psikolog.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk para remaja, mereka akan sangat selektif dalam memilih orang yang akan ia dengarkan ucapannya. Maka dalam penyampaian bimbingan kejiwaan pada remaja, sebaiknya dengan menggunakan pendekatan yang dapat diterima oleh remaja tersebut. Pendekatan yang menggurui akan ditinggalkan oleh mereka. Kita harus dapat memposisikan diri sebagai "teman" mereka sehingga mereka memiliki kepercayaan untuk mau menceritakan (curhat) problemanya kepada kita. Setelah itu penting untuk tidak langsung menghakimi maupun menyalahkan si remaja tersebut dengan berbagai masalahnya, namun kita harus bersikap mengerti dan memahami serta memberikan solusi untuk mereka. Remaja yang disalahkan akan menolak karena pada masa itu rasa egoisnya sedang tinggi tingginya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3499487508352044057.post-5338362674643754212012-07-13T18:24:00.000-07:002012-07-16T09:15:45.905-07:00Nutrisi Otak Agar Anak Cerdas<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEAeN8hwVOL4BkWDNyNL6wUhjzZ40CEIm_4LhnWloUD_6cidDs7yt2B9ZK5RvVgC-A5BQt2VNGmaUPFl0TpKgKKN_H91X-EexEt42TksOP47InM1oUlboz0snrAXJTHCxUsSkqxq0xBjk/s1600/images+(1).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEAeN8hwVOL4BkWDNyNL6wUhjzZ40CEIm_4LhnWloUD_6cidDs7yt2B9ZK5RvVgC-A5BQt2VNGmaUPFl0TpKgKKN_H91X-EexEt42TksOP47InM1oUlboz0snrAXJTHCxUsSkqxq0xBjk/s1600/images+(1).jpg" /></a></div>
Pastikan Anda memberikan nutrisi yang cukup untuk otak si kecil agar ia tumbuh sehat dan juga cerdas karena dengan kekurangan salah satu nutrisi tersebut akibatnya perkembangan sistem saraf pusat dan kemampuan kognitif di masa selanjutnya pun akan turut terpengaruh (menurut suatu penelitian yang dipublikasikan dalam British Medical Journal, Inggris, tahun 2001).</div>
<div style="text-align: justify;">
Agar si kecil tumbuh sehat juga cerdas maka Kebutuhan yang diperlukan antara lain Lemak Pembangunan Otak, Lemak, terutama asam lemak (DHA dan ARA), adalah salah satu nutrisi yang penting untuk pertumbuhan otak dan mata si kecil. Kekurangan kedua jenis asam lemak esensial itu saat lahir berkorelasi dengan berat badan yang rendah, lingkar kepala yang kecil, dan ukuran plasenta yang rendah. Akibatnya <span style="background-color: white;">perkembangan sistem saraf pusat dan kemampuan kognitif di masa selanjutnya pun turut terpengaruh. menurut suatu penelitian yang dipublikasian dalam Brithis Medical Journal, Inggris, tahun 2001.</span></div>
<a name='more'></a><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
Untuk mencukupi kebutuhan tersebut, berikan ASI seoptimal mungkin untuk si kecil. Sebab ASI terbukti mengandung asam lemak yang dibutuhkan otak untuk bisa berkembang. Dari studi yang dilakukan di The University of Kentucky Chandler Medical Center, Amerika Serikat, terbukti IQ bayi yang diberi ASI jauh lebih tinggi dibanding dengan yang tidak diberi ASI. Dan, pada saat anak mulai diberikan makanan padat, <span style="background-color: white;">kebutuhan asam lemak itu bisa Anda penuhi dengan memberikan ikan, telur bebek, susu yang diperkaya DHA dan ARA, atau minyak jagung.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br /></b><br />
<b>Karbohidrat Bahan Bakar Otak</b><br />
Glukosa dari makanan yang kaya karbohidrat merupakan bahan bakar otak yang amat penting agar otak berfungsi optimal. Proses pengolahan informasi dan mengingat dapat berjalan dengan baik dengan terpenuhinya kebutuhan glukosa otak tersebut. Ini semua bisa didapatkan dengan memberikan anak berbagai jenis kacang-kacangan, kentang, buah-buahan seperti pisang, sawo, serta sayur-sayuran misalnya singkong dan daun ubi jalar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Sedangkan untuk Protein Pembentukan Neurotransmiter adalah senyawa asam amino yang berperan terhadap proses pengolahan informasi di otak. Kadar ini sendiri amat berpengaruh terhadap seberapa banyak protein yang ada dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari Kebutuhan ini bisadidapat dari ikan, daging, keju, yogur dan kacang-kacangan Sedangkan kebutuhan Buah-buahan, Sayur-sayuran yang diperkaya antioksidan amat diperlukan untuk melindungi otak dari proses kerusakan sel-sel otak yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mengingat, seperti proses belajarpun jadi lamban.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3499487508352044057.post-25002083788516942452012-07-13T18:12:00.002-07:002012-07-15T20:58:14.391-07:00Menciptakan Anak Pintar Sejak Dalam Kandungan<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGelMRme7SiUlWaJW8OZmBAGUwLOT6h_hu0-1DEJYw4hP1MuJ4za3h0OWkr3b_MLSWk39dk7K0bhvbPVCpGvnyBArvSN_Ke7Yf-eOdRdEo6Od_jG4iobLXmPSVkcv_a1B5-wVWiPAhSpU/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGelMRme7SiUlWaJW8OZmBAGUwLOT6h_hu0-1DEJYw4hP1MuJ4za3h0OWkr3b_MLSWk39dk7K0bhvbPVCpGvnyBArvSN_Ke7Yf-eOdRdEo6Od_jG4iobLXmPSVkcv_a1B5-wVWiPAhSpU/s200/images.jpg" width="200" /></a></div>
Merupakan hal yang sangat naif, ketika seorang anak menjadi bodoh, nakal, pemberang, atau bermasalah, lalu orang tua menyalahkan guru, pergaulan di sekolah, dan lingkungan yang tidak beres. Tiga faktor itu hanya berperan dalam proses perkembangan anak, sedangkan bakat anak itu menjadi bodoh, nakal, atau pemberang justru terletak dari bagaimana orang tua memberikan awal kehidupan si anak tersebut. Bukan hal aneh bahwa seorang anak dapat dididik dan dirangsang kecerdasannya sejak masih dalam kandungan. Malah, sejak masih janin, orang tua dapat melihat perkembangan kecerdasan anaknya. Untuk bisa seperti itu, orang tua harus memperhatikan beberapa aspek, antara lain terpenuhinya kebutuhan biomedis, kasih sayang, dan stimulasi.<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bicara tentang kecerdasan, tentu saja tidak bisa lepas dari masalah kualitas otak, sedangkan kualitas otak itu dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Secara prinsip, perkembangan positif kecerdasan sejak dalam kandungan itu bisa terjadi dengan memperhatikan banyak hal. Pertama, kebutuhan-kebutuhan biologis (fisik) berupa nutrisi bagi ibu hamil harus benar-benar terpenuhi. Seorang ibu hamil, gizinya harus cukup. Artinya, asupan protein, karbohidrat, dan mineralnya terpenuhi dengan baik. Selain itu, seorang ibu hamil tidak menderita penyakit yang akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak dalam kandungannya. Kebutuhan nutrisi itu sendiri, sebenarnya bukan hanya ketika ibu mengandung, melainkan ketika ia siap untuk mengandung pun sudah harus memperhatikan gizi, makanan, dan komposisi nutrisinya harus lengkap, sehingga ketika ia hamil, dari segi fisik sudah siap dan proses kehamilan akan berlangsung optimal secara nutrisi.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Tapi, memang di Indonesia atau di negara-negara berkembang pada umumnya--boleh dikatakan sangat jarang ada keluarga yang mempersiapkan kehamilan. Malah, kerap kehamilan dianggap sebagai suatu yang mengejutkan. Berbeda dengan yang terjadi di negara-negara maju. Inilah yang cenderung menjadi penyebab awal mengapa anakanak yang lahir kemudian tidak berkualitas, karena orang tua seakan tidak siap dalam segala hal untuk memelihara anaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Kedua adalah kebutuhan kasih sayang. Seorang ibu harus menerima kehamilan itu, dalam arti kehamilan yang benar-benar dikehendaki. Tanpa kasih sayang, tumbuh kembangnya bayi tidak akan optimal. "Si ibu hamil harus siap dan dapat menerima risiko dari kehamilannya," kata mantan Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Anak Indonesia itu. "Risiko itu, misalnya, seorang wanita karier yang hamil, merasa terbebani dan khawatir akan mengganggu pekerjaannya. Ia sebenarnya ingin hamil, tapi juga merasa terganggu dengan kehamilannya itu. Kondisi seperti ini tidak kondusif untuk merangsang perkembangan bayi dalam kandungannya," tambahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Selain itu, menurut Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini, ada faktor psikologis yang memengaruhi perkembangan kecerdasan bayi, yaitu apakah si ibu hamil menikah secara resmi atau kawin lari. Pernikahannya direstui atau tidak, dan apakah ada komitmen antara istri dan suami. Tanpa komitmen di antara keduanya, kehamilan itu bisa dianggap mengganggu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Juga harus ada support (dukungan). Tanpa support, walaupun ada komitmen dari suami dan orang tua dapat mengurangi perkembangan dan rangsangan kecerdasan bayi dalam kandungan. "Jadi, variabel kasih sayang tadi adalah komitmen dengan suami, serta support dari orang tua dan keluarga, sehingga seorang ibu dapat menerima kehamilannya dengan hati tenteram,"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Faktor ketiga adalah adanya perhatian penuh dari si ibu hamil terhadap kandungannya. Ia dapat memberikan rangsangan dan sentuhan secara sengaja kepada bayi dalam kandungannya. Karena secara emosional akan terjadi kontak. Jika ibunya gembira dan senang, dalam darahnya akan melepaskan neo transmitter zat-zat rasa senang, sehingga bayi dalam kandungannya juga akan merasa senang. Sebaliknya, bila si ibu selalu merasa tertekan, terbebani, gelisah, dan stres, ia akan melepaskan zat-zat dalam darahnya yang mengandung rasa tidak nyaman tersebut, sehingga secara tidak sadar bayi akan terstimuli juga ikut gelisah. "Yang paling baik adalah stimuli berupa suara-suara, elusan, dan nyanyian yang disukai si ibu. Hal ini akan merangsang bayi untuk ikut senang. Berbeda jika si ibu melakukan hal-hal yang tidak disukainya, karena itu sama saja memberikan rangsangan negatif pada bayi". Tapi, stimuli itu sendiri lebih efektif bila kehamilan sudah menginjak usia di atas enam bulan. Sebab, pada usia tersebut jaringan struktur otak pada bayi sudah mulai bisa berfungsi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Untuk mendapatkan kondisi-kondisi itulah, seorang ibu hamil harus tetap menjaga nutrisi yang didapat dari makanan sehari-hari. Bahkan, perlu diimunisasi, misalnya dengan suntik TT. Lakukan juga konsultasi rutin dengan dokter secara berkala. Mula mula sekali sebulan, dan pada bulan terakhir menjelang kelahiran (partus), diperketat menjadi tiga minggu sekali, lalu dua minggu sekali, dan bahkan mendekati partus menjadi setiap minggu. Juga disarankan untuk tidak meminum obat-obatan yang katanya bisa merangsang perkembangan dan kecerdasan otak bayi. Obat-obatan semacam itu hanya omong kosong. "Pemberian obat semacam itu percuma saja, dan tidak berpengaruh apa-apa," katanya. "Yang penting, ciptakan saja lingkungan mendidik, yaitu tiga faktor tadi. Sementara itu, psikolog anak lainnya juga mengungkapkan pendapat yang sama. Stimulasi positif, menurutnya, memang dapat meningkatkan kecerdasan anak sejak dalam kandungan. Dari stimulasi ini, diharapkan ketika anak tumbuh, bukan hanya menjadi cerdas, melainkan dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. "Stimulasi menimbulkan kedekatan antara ibu dan anak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Bahkan, lanjut Surastuti, bayi masih dalam kandungan bisa distimuli dengan diperdengarkan musik klasik, diajak berbicara, dan diberikan elusan penuh kasih sayang. Orang tua juga harus siap dan berusaha mengajarkan cara anaknya bersosialisasi dengan dunia luar ketika ia masih di dalam rahim. Tapi, mengapa musik klasik? Pendapat semacam ini memang terus menjadi topik bahasan. Musikus hebat seperti Adhi MS, pimpinan Twilite Orchestra, juga meyakini musik klasik dapat merangsang kecerdasan bayi sejak dalam kandungan. Bahkan, untuk jenis musik yang 'merangsang bayi' ini sudah banyak dijual di toko-toko kaset tertentu. Tapi, untuk lebih tuntasnya kupasan mengenai hal itu, coba kita simak penuturan Psikologi lainnya:</div>
<div style="text-align: justify;">
Musik klasik, katanya, memiliki berbagai macam harmoni yang terdiri dari nada-nada. Nada-nada inilah yang memberikan stimulasi berupa gelombang alfa. Gelombang ini memberikan ketenangan, kenyamanan, dan ketenteraman, sehingga anak dapat lebih berkonsentrasi. "Menurut beberapa penelitian, musik klasik memang termasuk metode yang tepat. Anak menjadi siap menerima sesuatu yang baru dari lingkungannya," ujar pengasuh rubrik konsultasi di Klinik Anakku ini. Tapi, jangan coba-coba memperdengarkan musik-musik keras kepada bayi dalam kandungan. Konon, justru menyebabkan timbulnya kebingungan pada si jabang bayi!</div>Unknownnoreply@blogger.com0